Jumat, 13 Januari 2012

Kasus 1 : Hartoyo Sebagai Manajer

Drs. Hartoyo telah menjadi manajer tingkat menengah dalam departemen produksi suatu perusahaan kurang lebih 6 bulan. Hartoyo bekerja pada perusahaan setelah dia pensiun dari tentara. Semangat kerja departemennya rendah sejak dia bergabung dalam perusahaan. Beberapa dari karyawan menunjukkan sikap tidak puas dan agresif.
            Pada jam istirahat makan siang, Hartoyo bertanya pada Drs. Abdul Hakim, ak, manajer departemen keuangan, apakah dia mengetahui tentang semangat kerja yang rendah dalam departemen produksi. Abdul Hakim, menjawab bahwa dia telah mendengar secara informal melalui komunikasi "grapevine", bahwa para karyawan Hartoyo merasa tidak senang dengan pengambilan semua keputusan yang dibuat sendiri olehnya. Dia (Hartoyo) menyatakan, "dalam tentara, saya membuat semua keputusan untuk bagian saya, dan semua bawahan mengharapkan saya berbuat seperti itu."
 
Pertanyaan kasus :
1.    Gaya kepemimpinan macam apa yang digunakan oleh Hartoyo?
Bagaimana keuntungan dan kelemahannya?
Bandingkan motivasi bawahan Hartoyo sekarang dan dulu sewaktu ditentara.
2.    Konsekuensinya apa, bila Hartoyo tidak dapat merubah gaya kepemimpinannya?
Apa saran saudara bagi perusahaan, untuk merubah keadaan?
Jawaban kasus :
Menurut saya gaya kepemimpinan pada kasus 1 ini termasuk gaya kepemimpinan otoriter. Pada perusahaan yang sekarang Hartoyo masih membuat keputusan seperti ia masih menjadi tentara dahulu. Arti dari kepemimpinan itu sendiri yaitu suatu cara seorang pemimpin dalam usahanya untuk mempengaruhi bawahannya agar mau bekerja sama untuk mencapai tujuan organisasi. Kepemimpinan otoriter adalah gaya pemimpin yang memusatkan segala keputusan dan kebijakan yang diambil dari dirinya sendiri secara penuh atau sering disebut juga diktator. Ciri-ciri otokrasi :
- Semua penentu kebijaksanaan dilakukan oleh pemimpin
- Teknik-teknik dan langkah-langkah kegiatan didikte oleh atasan setiap waktu
- Pemimpin biasanya mendikte tugas kerja bersama setiap anggota
- Pemimpin cenderung menjadi pribadi dalam pujian dan kecamannya terhadap kerja setiap anggota.
Pada ciri-ciri otokrasi diatas mencerminkan gaya kepemimpinan Hartoyo pada bawahannya. Penerapan kepemimpinan gaya otoriter dapat mendatangkan keuntungan antara lain berupa kecepatan serta ketegasan dalam pembuatan keputusan dan bertindak, sehingga untuk sementara mungkin produktivitas dapat naik. Tetapi penerapan gaya otoriter dapat menimbulkan kerugian, antara lain berupa suasana kaku, tegang, mencekam, menakutkan sehingga dapat berakibat lebih lanjut timbulnya ketidakpuasan. Dalam hal ini Agarwal berpendapat bahwa penerapan kepemimpinan otoriter ternyata mengakibatkan merusak moral, meniadakan inisiatif, menimbulkan permusuhan, aktivitas, keluhan, absen, pindah, dan tidak puas.
Kepemimpinan gaya otoriter hanya tepat diterapkan dalam organisasi yang sedang menghadapi keadaan darurat karena sendi-sendi kelangsungan hidup organisasi terancam, apabila keadaan darurat telah selesai gaya ini harus ditinggalkan.
 
Motivasi bawahan Hartoyo pada saat di tentara dan di perusahaan jelas berbeda. Hal ini karena gaya kepemimpinan Hartoyo hanya cocok untuk memimpin di lingkungan tentara sedangkan di lingkungan perusahaan gaya kepemimpinan tersebut dirasa kurang tepat sehingga terjadi ketidakpuasan bawahan terhadap atasan. Pada saat di tentara bawahan memiliki semangat kerja tinggi.

Apabila Hartoyo tidak dapat merubah gaya kepemimpinannya konsekuensinya adalah, kecil kemungkinannya untuk mencapai kesuksesan dalam memimpin suatu perusahaan karena ketidaknyamanan bawahan dalam lingkungan pekerjaannya. Oleh karena itu, dapat berdampak buruk ke perusahaan seperti menurunnya produktifitas kerja.
Motivasi bawahan Hartoyo pada saat di tentara dan di perusahaan sangatlah berbeda. Hal ini karena gaya kepemimpinan Hartoyo hanya cocok untuk memimpin di lingkungan tentara sedangkan di lingkungan perusahaan gaya kepemimpinan tersebut dirasa kurang tepat sehingga terjadi ketidakpuasan bawahan terhadap atasan Pada saat di tentara bawahan memiliki semangat kerja tinggi.


Konsekuensi bila Hartoyo tidak dapat merubah gaya kepemimpinannya adalah, rasa tidak puas bawahan sehingga dapat berdampak buruk ke perusahaan seperti menurunnya produktifitas kerja. Saran saya, Hartoyo dapat merubah gaya kepemimpinannya dengan kepemimpinan demokratis. Seorang pemimpin yang demokratis menyadari bahwa organisasi harus disusun sedemikian rupa sehingga menggambarkan secara jelas aneka tugas dan kegiatan yang harus dilaksanakan demi tercapainya tujuan perusahaan. Seorang pemimpin yang demokratis melihat bahwa dalam perbedaan sebagai kenyataan hidup, harus terjamin kebersamaan. Nilai yang dianutnya berangkat dari filsafat hidup yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, memperlakukan manusia dengan cara manusiawi.

 
 
Referensi :
http://renyromanisti.blogspot.com/2009/12/peranan-gaya-kepemimpinan-dalam.html
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18505/5/Chapter%20I.pdf

Tidak ada komentar:

Posting Komentar